Selasa, 28 Oktober 2014

Turunnya Al Qur'an



Turunnya
Al Qur’an
30Juz, 114 surat, 6236 ayat, inilah formasi dasar Al Qur’an nul Karim yang sama-sama umat Islam yakini sebagai kitab suci, menjadi pedoman hidup dan petunjuk dalam beragama. Dalam proses perjalanannya yang sudah melewati 14 abad lamanya, Al Qur’an tetap menjadi satu-satunya kitab yang terpelihara. Beda dengan kitab-kitab umat beragama lainnya, keaslian dan keontentikan formasi Al Qur’an tetap dipertahankan, walaupun secara verbalistiknya diperbolehkan untuk diterjemahkan kedalam berbagai bahasa sesuai tata bahasa penganut yang meyakininya, namun tetap saja lafadz-lafadz ayat Quranik nya tetap wajib dipelihara, tidak boleh dirubah, ditukar maupun direkayasa, bahkan dalam shalat, ayat-ayat Al Qur’an yang dibaca pun tetap tidak dapat disubstitusikan kedalam bahasa apapun, bahasa lafadz Al Qur’an tetap wajib dipelihara. Ini menjadi suatu bukti bahwa kaidah tatanan bahasa Al Qur’an, memiliki kaidah-kaidah tersirat yang tersembunyi, sehingga apabila Al Qur’an dibaca dalam bahasa verbal terjemahannya saja maka sudah barang tentu, kaidah-kaidah yang tersirat tersebut akan hilang.

Hal ini, dapat diperjelas dan dipahami melalui beberapa ayat di bawah ini :
-        Qs. 13 Ar Ra’du ayat 31
Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al Quran itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
-        Qs.17 Al Israa’ ayat 82                                                                                            Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagiorang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Dua ayat di atas menerangkan tentang bahwa ayat-ayat Al Qur’an mengandung sesuatu kekuatan yang luar biasa, sehingga mampu menciptakan kondisi-kondisi yang disebutkan di ayat tersebut. Pertanyaannya adalah, apakah mukjizat ayat-ayat Al Qur’an yang digambarkan tersebut dapat terjadi apabila ayat yang dibacakan lafadz asli Al Qur’an nya atau lafadz verbal terjemahannya ?

Sebelum menjawabnya, mungkin perlu kita kaji ulang, bagaimana kronologis turunnya ayat-ayat Al Qur’an yang diterima rasululullah. Seperti beberapa keterangan dalam hadist disebutkan bahwa sebelum rasul menyampaikan wahyu yang baru diterimanya, bentuk wahyu yang beliau terima adalah berupa gelombang suara yang disebutkan dalam beberapa riwayat bagaikan bunyi lebah, petir, dentangan lonceng. Dan kondisi rasul sendiripun ketika menerima wahyu tersebut, secara fisik terasa sangat berat, dari riwayat-riwayat tersebut jelas bahwa wahyu Allah yang disampaikan melalui malaikat Jibril jelas mengandung sesuatu kekuatan yang sangat luar biasa. Perlu dicatat pula bahwa wahyu tersebut hadir kepada qalbu rasulullah bukan berbentuk kata-kata verbal yang langsung diucapkan Jibril secara lisan. Lantas bagaimana mungkin wahyu yang mulanya berbentuk gelombang tersebut pada akhirnya berubah wujud menjadi bahasa verbal seperti Al Qur’an yang kita kenal sekarang ini. Memang demikianlah adanya, atas kehendak Allah, beliau telah dipersiapkan secara sempurna baik lahir maupun bathinnya,  perangkat sempurna tentu telah “ditanamkan” kedalam jiwa dan tubuh sang rasul. Terlebih bila kita ingat riwayat tentang dioperasinya dada beliau ketika beliau masih belia, tentunya pristiwa tersebut tidak lepas dari rencana Allah dalam mempersiapkannya untuk menerima prosesi turunnya firman Allah yang teramat luar biasa dahsyatnya. Bayangkan saja sang maha segala maha, Allah yang maha perkasa mengeluarkan titah dan firmanNya dan firman tersebut merupakan mukjizat terbesar sepanjang masa, tak pernah ada mukjizat seluarbiasa kitab suci ini. Maka sudah dapat dipastikan tidak akan satu orangpun yang akan mampu menerima firmanNya  tersebut, kecuali Allah sendiri yang menetapkan pilihanNya, dan sudah barang tentu diiringi pula dengan persiapan khusus serta luar biasa.

Dengan sedikit penjelasan di atas, mungkin sudah diperoleh jawaban yang pasti bahwa mukjizat yang dimaksud pada ayat 13:31 dan 17:82 di atas, jelas terkandung pada lafadz asli Qur’anik nya dan bukan pada lafadz verbal terjemahannya.

Secara khusus, kriteria ayat-ayat Al Qur’an memiliki sifat sebagai berikut :
-        Disampaikan oleh Jibril
-        Turunnya berupa gelombang energi
-        Mengandung mukjizat
-        Bila ditinjau dari verbalistik terjemahannya, memiliki kaidah-kaidah tauhid, syariat, ibadah, akhlaq, sejarah peradaban manusia, peringatan-peringatan, peraturan dan ketentuan-ketentuan yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah dan beberapa aspek lain yang berhubungan dengan misi kerasulan yaitu untuk memperbaiki akhlaq manusia
-        Terpelihara keasliannya dan dijamin sendiri oleh Allah swt
-        Tidak ada campur tangan dan rekayasa manusia dalam pembentukan dan penempatan konstruksi serta unsur-unsur didalamnya.
-        Setiap unsur struktural quraniknya selalu disertai dan didampingi nilai-nilai numerik. Seperti nomor ayat, nomor surat, nomor juz,  nomor ‘ain.
-        Memiliki khasanah keilmuan yang tak terbatas.
-        Lafadz huruf Qur’anik nya tetap terjaga dan tetap harus dilafadzkan dalam pembacaannya, disamping terjemahan sebagai penjelasan arti verbalnya.

Masih banyak kriteria lain yang menggambarkan kesempurnaan Al Qur’an, namun dari sedikit kriteria khusus di atas, sudah dapat terlihat jelas bahwa sebenarnya kaidah verbal merupakan salah satu kriteria saja dari ayat Al Qur’an, belum seluruhnya. Dengan kata lain, setiap terjemahan dalam bentuk verbalistik Al Qur’an belum cukup untuk mewakili seluruh makna yang Allah ingin sampaikan melalui ayat tersebut, masih teramat banyak khasanah ilmu di dalamnya, sangat tersirat sehingga perlu “kaca mata khusus” untuk menelaahnya.
Semoga bermanfaat.


Kamis, 02 Oktober 2014

Ciri-ciri Al-Qur’an Format 18 Baris
Al-Qur’an 18 baris yang biasa disebut rasm Usmany memiliki keunikan dalam penulisannya. Secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.
ð Jumlah Juz                          : 30
ð Jumlah Surah                         : 114
ð Jumlah Ayat                           : 6236
ð Jumlah baris                           : 18
ð Jumlah Manzil                       : 7
ð Jumlah halaman per-Juz        : 16, kecuali Juz 1 & Juz 30  
ð Jumlahseluruh halaman      : 484  ( dimulai dari halaman 2 )
ð Judul surat yang hnya berada pada 1 baris yaitu surat:
At-Taubah, Al-Hijir dan An-Naml.
ð Halaman 482 & 483 tergambar sangat simetris.
ð Setiap halaman habis dalam 1 ayat, kecuali halaman 484                                  ( QS: Al-Lahab
ð Awal Juz selalu dicetak dengan huruf tebal.

2. Dua halaman paling awal dari Al-Qur’an ini dicetak khusus, dibedakan                                     dengan halama-halaman yang lain. Kedua halaman itu adalah:
ð Halaman 2, yang berisi surah Al-Fatihah ayat 1 s/d 7
ð Halaman 3, yang berisi surah Al-Baqarah ayat 1 s/d 4







                                                          

Kamis, 04 September 2014

Al Quran sebagai Panduan Hidup Manusia



Adalah sudah menjadi suatu keharusan bagi kita umat Islam untuk melakukan pengkajian yang serius dan tak terputus dalam menggali pesan-pesan yang terkandung pada Al Qur’an, mengingat fungsinya sebagai petunjuk (huda), dalam bertindak (akhlak, praksis) dan berpikir (ilmu, teoritis), bagi umat manusia dalam mengarungi kehidupan. Kini Alhamdulillahi Rabbil’Aalamiin, kita telah diwariskan begitu banyak buku-buku penting mengenai Al Qur’an. Namun semangat para pendahulu (mufassir) dalam mengelaborasikan kandungan Al Qur’an tampaknya juga perlu diwarisi, atau lebih penting untuk dimiliki umat yang kemudian, karena inilah intinya
. Tak terbayangkan oleh kita bagaimana keadaan umat Islam tanpa adanya elan ini.

Rasulullah saw meninggal Al Qur’an kepada umatnya dengan susunan sebagaimana yang diajarkan malaikat Jibril as kepadanya. Dan kemudian, dalam perjalanan waktu terjadi penyempurnaan-penyempurnaan penulisan, tetapi dengan janji Allah bahwa Dia sendiri yang akan menjaganya (Qs. 15 : 9), sehingga kita tidak perlu menyangsikan keaslian Al Qur’an yang sampai ke tangan kita. Mungkin yang perlu kita khawatirkan adalah ketidak seriusan dan kedangkalan berpikir kita sebagai umat Islam untuk mengkaji dan mengkaji kembali Al Qur’an. Padahal sifat universal Al Qur’an membuatnya tetap relevan dikaji dari berbagai paradigm dan pendekatan, sampai kapanpun. Perlunya terus menggali kandungan Al Qur’an ini akan lebih tampak urgensinya bila mengingat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan manusia tentang ayat-ayat kauniah atau fenomena alam.

Dengan mendahulukan hidayah Allah dari ussaha-usaha yang telah Loekman Abdul Qahar Soemabrata (LAQS) sang penemu Paradigma Numerik Struktur Al Qur’an (PNSA) lakukan, Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin, sekarang mulai terkuaklah apa yang selama ini tersimpan dan tersembunyi dalam kandungan ilmu Al Qur’an namun masih terabaikan. Dan uraian di selanjutnya adalah sebagaian yang bida diutarakan, secara garis besar, aria pa-apa yang telah berhasil LAQS temukan.

Selasa, 02 September 2014

Materi Belajar Numerik AL Quran


PENGANTAR
Numerik Al Qur’an pertama sekali digagas oleh Bapak Lukman AQ Soemabrata (1933-1996). Dan dalam tempo yang relatif tidak lama, langsung saja pendekatan yang ditawarkannya disambut dengan antusias yang cukup tinggi. Mungkin karena Beliau memang berhasil menghadirkan sisi-sisi  lain dari Al Qur’an yang sama sekali kurang tampak selama ini.
“Perhatikan apa yang dikatakan Al Qur’an”, demikian seruan yang pernah disampaikan oleh Ali kw. Ternyata memang benar, banyak sekali hal yang dituturkan Al Qur’an. Hanya karena kurang kepedulian dan keterbatasan, manusia menjadi kurang dapat mendengar apa-apa yang dikatakan oleh Al Qur’an. Namun bila kian digali kian nyata, sesuai firman Allah:
“Katakanlah: “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (Qs: 18, 109)
Mungkin karena sudah jenuh dengan segala pendekatan yang ada selama ini, terasa penggalian kedalaman makna ayat-ayat terasa hanya sampai di situ-situ saja. Tak tampak adanya penyegaran yang cukup berarti. Dan tanpa mengecilkan arti pendekatan verbal, pendekatan numerik terasa seakan membawa hawa baru yang ditunggu-tunggu.
Namun sebagai sesuatu yang baru, pendekatan numerik mudah mendapat penilaian negatif, dicurigai. Namun sejalan dengan bergulirnya waktu, pendekatan numerik tampak semakin mendapat tempat di hati pecinta Al Qur’an. Memang sudah menjadi karakter dasar Al Qur’an, ia akan selalu benar tanpa menunggu pengukuhan dari manusia. Dan pada saatnya, bila ayat-ayat dimaknai dengan cara-cara yang tak bertanggungjawab, maka semua usaha tersebut akan menjadi sia-sia, dan segera saja ditinggalkan orang. Ayat-ayat hanya akan mendapat pengukuhan dan penolakan, juga oleh ayatnya sendiri. Manusia hanya bisa mengambil pelajaran dan manfaat darinya.
Dan manusia yang berupaya mengerti makna Numerik Al Qur’an mungkin saja terpeleset. Namun bila ada kesungguhan, ia segera akan dapat mengoreksinya. Al Qur’an adalah imam, yang dengan segala kelebihannya, akan membimbing manusia dengan sungguh-sungguh apabila mau mempelajarinya. Tidak ada yang perlu sangat dicemaskan mengenai hal ini.
Maka dengan segala kerendahan hati, penulis menerima koreksi bila terjadi pemaknaan yang dinilai telah melampui batas. Semua terjadi karena keterbatasan penulis yang masih belajar.
Di sisi lain, Lukman AQ Soemabrata, atau kami singkat menjadi LAQS, telah menunjukkan bahwa penemuannya mampu menghadirkan banyak hal. Tanpa deskripsi panjang lebar, menjadi teori baru, Beliau menyusun metode / struktur Al Qur’an ini dengan murid-muridnya yang bisa belajar dan mengaplikasikan sistem pola baca yang sudah disusunnya.
Numerik Al Qur’an (LAQS) paling tidak telah mengajukan dua hal, yaitu medis dan psikologi Qur’ani. Dua hal yang dikenal dalam dua disiplin ilmu umum: kedokteran dan psikologi, dalam lingkup akademis. Dalam pendekatan Numerik Al Qur’an, dua hal tersebut bersatu secara metodologis. Pada penerapan terapi penyembuhan (medis), seseorang akan dibacakan ayat-ayat disesuaikan dengan tipe masing-masing (psikologi).
Dalam kesempatan ini, dua hal tersebut tidak disampaikan, penulis hanya mengajukan sebuah paparan sederhana bagi pemula yang ingin berkenalan dengan Numerik Al Qur’an. Sebagian bahan diambil dari uraian yang pernah disampaikan oleh Bapak Lukman sendiri. Namun sebagian lagi oleh murid-muridnya, salah satunya adalah dari Bapak Iskandar Soemabrata, adik dan muridnya.
Bila ada kesempatan lain, mudah-mudahan tulisan ini masih akan disampaikan lagi menjadi sebuah rangkaian yang berseri. Insya’ Allah.