Turunnya
Al
Qur’an
30Juz,
114 surat, 6236 ayat, inilah formasi dasar Al Qur’an nul Karim yang sama-sama
umat Islam yakini sebagai kitab suci, menjadi pedoman hidup dan petunjuk dalam
beragama. Dalam proses perjalanannya yang sudah melewati 14 abad lamanya, Al
Qur’an tetap menjadi satu-satunya kitab yang terpelihara. Beda dengan
kitab-kitab umat beragama lainnya, keaslian dan keontentikan formasi Al Qur’an
tetap dipertahankan, walaupun secara verbalistiknya diperbolehkan untuk
diterjemahkan kedalam berbagai bahasa sesuai tata bahasa penganut yang
meyakininya, namun tetap saja lafadz-lafadz ayat Quranik nya tetap wajib
dipelihara, tidak boleh dirubah, ditukar maupun direkayasa, bahkan dalam
shalat, ayat-ayat Al Qur’an yang dibaca pun tetap tidak dapat disubstitusikan
kedalam bahasa apapun, bahasa lafadz Al Qur’an tetap wajib dipelihara. Ini
menjadi suatu bukti bahwa kaidah tatanan bahasa Al Qur’an, memiliki
kaidah-kaidah tersirat yang tersembunyi, sehingga apabila Al Qur’an dibaca
dalam bahasa verbal terjemahannya saja maka sudah barang tentu, kaidah-kaidah
yang tersirat tersebut akan hilang.
Hal ini, dapat
diperjelas dan dipahami melalui beberapa ayat di bawah ini :
-
Qs.
13 Ar Ra’du ayat 31
Dan sekiranya
ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat
digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah
mati dapat berbicara, (tentulah Al Quran itulah dia). Sebenarnya segala urusan
itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui
bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi
petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa
bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat
tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah
tidak menyalahi janji.
-
Qs.17
Al Israa’ ayat 82
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagiorang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Dua ayat di atas
menerangkan tentang bahwa ayat-ayat Al Qur’an mengandung sesuatu kekuatan yang
luar biasa, sehingga mampu menciptakan kondisi-kondisi yang disebutkan di ayat
tersebut. Pertanyaannya adalah, apakah mukjizat ayat-ayat Al Qur’an yang
digambarkan tersebut dapat terjadi apabila ayat yang dibacakan lafadz asli Al
Qur’an nya atau lafadz verbal terjemahannya ?
Sebelum
menjawabnya, mungkin perlu kita kaji ulang, bagaimana kronologis turunnya
ayat-ayat Al Qur’an yang diterima rasululullah. Seperti beberapa keterangan
dalam hadist disebutkan bahwa sebelum rasul menyampaikan wahyu yang baru
diterimanya, bentuk wahyu yang beliau terima adalah berupa gelombang suara yang
disebutkan dalam beberapa riwayat bagaikan bunyi lebah, petir, dentangan
lonceng. Dan kondisi rasul sendiripun ketika menerima wahyu tersebut, secara
fisik terasa sangat berat, dari riwayat-riwayat tersebut jelas bahwa wahyu
Allah yang disampaikan melalui malaikat Jibril jelas mengandung sesuatu
kekuatan yang sangat luar biasa. Perlu dicatat pula bahwa wahyu tersebut hadir
kepada qalbu rasulullah bukan berbentuk kata-kata verbal yang langsung
diucapkan Jibril secara lisan. Lantas bagaimana mungkin wahyu yang mulanya
berbentuk gelombang tersebut pada akhirnya berubah wujud menjadi bahasa verbal
seperti Al Qur’an yang kita kenal sekarang ini. Memang demikianlah adanya, atas
kehendak Allah, beliau telah dipersiapkan secara sempurna baik lahir maupun
bathinnya, perangkat sempurna tentu
telah “ditanamkan” kedalam jiwa dan tubuh sang rasul. Terlebih bila kita ingat
riwayat tentang dioperasinya dada beliau ketika beliau masih belia, tentunya
pristiwa tersebut tidak lepas dari rencana Allah dalam mempersiapkannya untuk
menerima prosesi turunnya firman Allah yang teramat luar biasa dahsyatnya.
Bayangkan saja sang maha segala maha, Allah yang maha perkasa mengeluarkan
titah dan firmanNya dan firman tersebut merupakan mukjizat terbesar sepanjang
masa, tak pernah ada mukjizat seluarbiasa kitab suci ini. Maka sudah dapat
dipastikan tidak akan satu orangpun yang akan mampu menerima firmanNya tersebut, kecuali Allah sendiri yang
menetapkan pilihanNya, dan sudah barang tentu diiringi pula dengan persiapan
khusus serta luar biasa.
Dengan sedikit
penjelasan di atas, mungkin sudah diperoleh jawaban yang pasti bahwa mukjizat
yang dimaksud pada ayat 13:31 dan 17:82 di atas, jelas terkandung pada lafadz
asli Qur’anik nya dan bukan pada lafadz verbal terjemahannya.
Secara khusus,
kriteria ayat-ayat Al Qur’an memiliki sifat sebagai berikut :
-
Disampaikan
oleh Jibril
-
Turunnya
berupa gelombang energi
-
Mengandung
mukjizat
-
Bila
ditinjau dari verbalistik terjemahannya, memiliki kaidah-kaidah tauhid, syariat,
ibadah, akhlaq, sejarah peradaban manusia, peringatan-peringatan, peraturan dan
ketentuan-ketentuan yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah dan beberapa
aspek lain yang berhubungan dengan misi kerasulan yaitu untuk memperbaiki
akhlaq manusia
-
Terpelihara
keasliannya dan dijamin sendiri oleh Allah swt
-
Tidak
ada campur tangan dan rekayasa manusia dalam pembentukan dan penempatan
konstruksi serta unsur-unsur didalamnya.
-
Setiap
unsur struktural quraniknya selalu disertai dan didampingi nilai-nilai numerik.
Seperti nomor ayat, nomor surat, nomor juz,
nomor ‘ain.
-
Memiliki
khasanah keilmuan yang tak terbatas.
-
Lafadz
huruf Qur’anik nya tetap terjaga dan tetap harus dilafadzkan dalam
pembacaannya, disamping terjemahan sebagai penjelasan arti verbalnya.
Masih
banyak kriteria lain yang menggambarkan kesempurnaan Al Qur’an, namun dari
sedikit kriteria khusus di atas, sudah dapat terlihat jelas bahwa sebenarnya
kaidah verbal merupakan salah satu kriteria saja dari ayat Al Qur’an, belum
seluruhnya. Dengan kata lain, setiap terjemahan dalam bentuk verbalistik Al
Qur’an belum cukup untuk mewakili seluruh makna yang Allah ingin sampaikan
melalui ayat tersebut, masih teramat banyak khasanah ilmu di dalamnya, sangat
tersirat sehingga perlu “kaca mata khusus” untuk menelaahnya.
Semoga bermanfaat.